Kultur jaringan merupakan metode perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan prinsip menumbuhkan tanaman pada sebuah media pertumbuhan yang mengandung nutrisi. Mikropropagasi tanaman dengan kultur jaringan memiliki keuntungan antara lain, penghematan tenaga, waktu, biaya, dan hasil yang lebih berkualitas (Nugroho dan Sugito 2005). Media pertumbuhan kultur jaringan ada 2 jenis yaitu media padat dan media cair. Media padat merupakan media yang menggunakan pemadat seperti gel atau agar sebagai pelarut komposisi nutrisi. Sedangkan media cair merupakan media yang komposisi nutrisinya dilarutkan dalam air.

Dalam penggunaannya, media terbagi dalam beberapa jenis. Adanya perbedaan komposisi membuat jenis media tersebut berbeda. Jenis media yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masing masing tanaman.

Media Murashige & Skoog (Media MS)

Media Murashige dan Skoog (MS) merupakan media pada kultur jaringan tanaman yang sangat luas pemakaiannya karena kelebihan dari medium MS ini memiliki kandungan nitrat, kalium, dan amonium yang tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Wetter dan Constabel, 1991). Media ini pertamakali ditemukan oleh dua ilmuwan yang bernama Toshio Murashige dan Folke K. Skoog pada tahun 1962 ketika kedua ilmuwan tersebut sedang mengerjakan penemuan zat pengatur tumbuh.

Terkadang Anda mungkin mengamati beberapa angka di belakang MS, yang menunjukkan konsentrasi sukrosa dalam medium. Misalnya, MS0 menunjukkan tidak adanya sukrosa dan MS10 menunjukkan adanya 10g/l sukrosa dalam medium. Formulasinya merupakan campuran nutrisi seperti garam anorganik, vitamin, dan asam amino. Untuk kandungan N, P dan K pada media MS juga ditingkatkan dari media media lainnya. Biasanya media ini digunakan untuk menginduksi organogenesis, kultur kalus, mikropropagasi dan suspensi sel.

Media Gamborg (Media B5)

Media ini dikembangkan oleh OL Gamborg pada tahun 1968. Komposisi media ini berisi campuran nutrisi seperti garam organik, vitamin, dan karbohidrat. Gamborg awalnya menggunakan media ini untuk mengkulturkan kalus dan suspensi sel Glycine max yang termasuk dalam famili Fabaceae. Medium tersebut memiliki konsentrasi nitrat dan kalium yang lebih tinggi serta konsentrasi amonia yang lebih rendah (Sutarto dan Yuniawati. 2021). Kalium nitrat berguna dalam menginduksi pembentukan kalus akar kedelai dan amonium sulfat berperan penting dalam pertumbuhan sel. Sehingga biasanya media B5 digunakan untuk tujuan kuktur protoplas.

Media White

Media White merupakan media kultur jaringan tanaman paling awal yang dikembangkan untuk kultur akar. Dimana pada tahun 1963, PR White mengembangkan media ini dan digunakan untuk mengkultur akar tanaman tomat. Media White memiliki konsentrasi garam yang lebih rendah dan konsentrasi MgSO4 yang lebih tinggi. Konsentrasi nitratnya 19% lebih rendah dibandingkan media MS. Sehingga Media White dapat digunakan untuk keperluan kultur pucuk dan kultur kalus dan sangat cocok untuk budidaya spesies Musa dan Daucus.

Media Linsmaier and Skoog (LS)

Media ini dikembangkan oleh Linsmaier dan Skoog pada tahun 1965. Media ini pertama kali digunakan untuk mengoptimalkan suplemen organik pada budidaya tembakau. Komposisi media SH mirip dengan Murashige dan Skoog namun pada media SH ditambahkan vitamin oleh Linsmaier dan Skoog. Media SH biasa digunakan untuk tujuan organogenesis, kultur kalus, suspensi sel, dan mikropropagasi.

Media Nitsch dan Nitsch (NN)

Media ini dikembangkan oleh J P Nitsch pada tahun 1969 untuk pendirian kultur antera Nicotiana secara in vitro dari famili Solanaceae. Media ini mengandung tiamin, biotin dan asam folat yang konsentrasinya tinggi sehingga mendukung pertumbuhan kalus antera. Biasanya media NN ini digunakan untuk mengkulturkan antera secara in vitro.

Media Schenk & Hildebrant (SH)

Media SH merupakan salah satu media umum yang biasa digunakan untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Pada percobaan yang dilakukan oleh Schenk dan Hildebrant, diketahui bahwa media SH ini mampu menumbuhkan beberapa jenis jaringan tumbuhan dan mendapatkan hasil bahwa media ini mampu menumbuhkan jaringan tanaman itu dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media SH ini salah satu media yang sifatnya umum. Komposisi media SH sendiri sangat mirip dengan media Gamborg (B5) namun ada sedikit modifikasi dengan meningkatkan kandungan Ca2+, Mg2+, dan PO4 3-.

Media Woody Plant Medium (WPM)

Media WPM merupakan media yang dikhususkan untuk tanaman berkayu (Adriani et al. 2022). Media ini dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981 dengan komposisi yang sama dengan media MS namun dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dibandingkan dengan media MS. Saat ini, penggunaan media WPM banyak dipakai untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon.

 

sumber : 

  1. Nugroho A, Sugito H (1996) Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta
  2. Wetter, L.R. dan F. Constabel, F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Bandung: ITB Press.
  3. sutarto, I., & Yuniawati, M. (2008). RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN GALUR MUTAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.)
    PADA MEDIA MS DAN GAMBOR YANG DIPERKAYA DENGAN KINETIN. Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Isotop dan Radiasi, 199-207.